Assalamualaikum dokterku, Apa kabarmu hari ini? Semoga sehat selalu dokterku. Doaku di sini selalu terpanjat hanya untukmu. Dokte...

Surat Rindu untuk Dokterku




Assalamualaikum dokterku,
Apa kabarmu hari ini? Semoga sehat selalu dokterku. Doaku di sini selalu terpanjat hanya untukmu. Dokterku, apakah kamu juga demikian? Apakah masih ada aku di lubuk hati terdalammu? Jikalau tak ada pun aku tak pernah merasa keberatan. Dokterku, bagaimana kegiatanmu selama ini? Tak ada kendala bukan? Aku tau bagaimana rasa itu, rasa ketika tindakan telah selesai dilaksanakan. Senyuman girang dari sang pasien beserta keluarga seolah berkata, terima kasih akan asa ini yang kemarin sempat hilang entah kemana. Aku yang jauh di sini pun ikut mengharubiru dan meneteskan air mata. Cerita itu kau sampaikan dengan penuh suka cita melalui ponsel yang kau pinjam dari teman sejawatmu.
Dokterku, aku ingin menangis. Sudah lama kau tak kembali. Jadwal praktikmu yang padat merayap mengikis waktu perjumpaan kita yang selalu engkau janjikan kala kita masih selalu bersama. Engkau adalah pahlawanku, namun aku juga tau bahwa engkaupun juga pahlawan banyak orang. Apakah aku harus menjadi pasien agar bisa berada dalam hangatnya perhatian serta tutur katamu? Jika memang itu yang harus ku lakukan, aku sangat rela tanpa butuh syarat apapun karena aku tau, kau akan menyembuhkanku dengan segera. Dokterku, jika aku bisa, aku ingin sekali rasanya menaruhmu dalam sebuah toples kecil yang ku tutup rapat lalu tak pernah ku suguhkan untuk para tamu. Aku ingin menikmatimu sendiri di dalam kamar dengan didampingi segelas susu coklat hangat pada suasana hujan di akhir bulan Desember. Kehangatan itu yang selalu aku inginkan dokterku. Maaf jika aku egois, rindu ini begitu menggebu dan mungkin sebentar lagi meledak yang suaranya akan terdengar hingga alun-alun kota Jogja. Ingatkah kau bahwa cobaan pertama umat manusia di dunia adalah rindu ? Adam dan Hawa sangat tersiksa karena jarak yang begitu jauh yang bahkan tak terpandang oleh mata manusia biasa. Jika mereka saja merasakan sakit dan beratnya ujian itu, bagaimana denganku?
Aku tak ingin menjadi cengeng. Aku selalu ingat apa yang selalu kau ajarkan. Ketabahan, ketaatan, dan keikhlasan adalah tiga hal yang selalu keluar dari mulut manismu. Kebijaksaanmu yang membuatku terkagum, aku memilihmu sebagai pendamping hidupku bukan tanpa alasan. Ayah dan sosok kakak yang sudah lama tidak aku dapatkan semua menjelma dalam dirimu seorang. Maafkan aku jika aku masih cengeng, aku menangis sendirian dan tak seorangpun tau akan hal itu. Dokterku, aku hanya ingin mengatakan bahwa senja di sini begitu berat, hanya ada seribu lamunan kebahagiaan kita bersama saat dulu kala. Janji suci yang kau ucap saat akad selalu teringat dalam kepalaku yang kedatangannya selalu dibarengi oleh desir angin dingin seolah mengucapkan selamat tinggal pada hangatnya mentari sekaligus menyambut dinginnya malam yang sekali lagi harus datang tanpa kehadiranmu. Bait terakhir dari tulisan ini telah tiba dokterku. Sekali lagi, hanya puluhan kata rindu yang kau jumpai dalam tulisan ini. Rinduku kepadamu bukan sekedar rindu anak muda dengan pasangan cinta monyetnya melainkan layaknya cahaya yang menunggu datangnya hujan untuk membuat sebuah pelangi yang indah untuk semua orang. Baik-baik di sana dokterku, selamatkanlah para pasienmu karena kamu adalah pahlawan bagi mereka.. Aku di sini sehat selalu, tak usah kau pikirkan terlalu dalam. Dokterku, jika pulang nanti aku punya satu permintaan untukmu. Berikanlah aku obat dan sembuhkanlah rindu dalam hatiku.

Jogja, 14 Desember 2019
Salam cinta, kasih, dan sayang, serta rindu

Pendamping hidupmu :))




0 komentar:

Aku merupakan seorang mahasiswa jurusan kedokteran di salah satu PTN. Terlihat mengesankan memang jika dilihat dari kalimat pertama dala...

Umur, Malu, dan Ilmu




Aku merupakan seorang mahasiswa jurusan kedokteran di salah satu PTN. Terlihat mengesankan memang jika dilihat dari kalimat pertama dalam cerita ini. Namun, cerita di balik kalimat pertama itulah yang justru merupakan inti dari tulisan ini nanti. Banyak sekali orang yang mendambakan ingin kuliah pada jurusan tersebut. Tentulah aturan PTN adalah anda hanya bisa mengikuti ujian masuknya tiga kali saja sejak anda lulus dari SMA. Mungkin sudah bisa tertebak cerita apa yang akan saya bawakan pada kesempatan ini.
Kata teman-teman aku adalah orang yang ceria dan murah senyum hanya saja mereka tidak tau bahwa jauh di dalam hatiku menyimpan perasaan malu dan minder kepada teman-teman yang lain. Apalagi jika bukan karena usia, ketika teman-temanku semua masih berusia belasan aku sudah melebihi kepala dua. Bahkan ada temanku yang memiliki selisih umur 6 tahun denganku. Hal ini karena aku adalah lulusan tahun 2017 sedangkan mereka 2019. Pada tahun 2017, aku memutuskan untuk menunda setahun karena tidak diterima disatu universitas pun. Pada tahun selanjutnya aku diterima di jurusan ilmu keperawatan salah satu PTN. Selama setahun aku mengenyam pendidikan di sini dan pada sbm terakhirku tahun 2019, ku putuskan untuk mencoba peruntungan. Ternyata Allah menentukan nasibku untuk bisa merasakan bangku pendidikan dokter.
Banyak sekali temanku yang mengatakan bahwa, apakah umurmu tidak sia-sia? Kamu tidak malukah menjadi orang paling tua? Teman se-angkatanmu skripsi dan tugas akhir, kamu masih maba? Sebenarnya jikalau boleh jujur, malu memang. Akan tetapi, aku mencoba menilik menggunakan sudut pandang yang lain. Ketika banyak orang yang menilai bahwa tidak menunda kuliah (gap year) adalah “menganggur” dan sia-sia, maka aku mencoba untuk mulai berpikir, di mana letak kesia-siaannya? Bukankah di sana juga banyak pelajaran yang bisa diambil? Aku tetap belajar, belajar akan makna kehidupan, belajar bersabar, dan hal lain yang bahkan tidak bisa kutemukan selama aku berada di bangku sekolah. Begitupun pada tahun berikutnya ketika ilmu keperawatan memberiku kesempatan untuk menuntut ilmu di dalamnya, aku juga belajar banyak hal termasuk menemukan keluarga baru, teman baru, dan tentunya lingkungan baru yang sangat berbeda dari SMA dan juga saat “menganggur”. Apa ilmu yang bisa dipelajari? Ya tentang keperawatan tentunya, selain itu menerapkan prinsip silaturahmi dan ramah merupakan hal yang sangat ditekankan saat aku berada pada jurusan ini. Sia-sia bagiku adalah ketika waktu anda dihabiskan untuk hal yang merugikan orang lain seperti mencuri, merampok, judi, dan lain sebagainya karena umur kita yang terbatas hanya digunakan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat.
Ketika banyak dari adik kelas dan bahkan orang yang belum pernah mengenalku sebelumnya bertanya tentang masa laluku, aku tak pernah menyembunyikannya sedikitpun. Aku bangga dengan pengalamanku, aku ingin adik-adik semua tidak mengikuti jejakku yang harus menggunakan 3x jatah sbmptn, namun jika memang terpaksa demikian aku tidak ingin mereka semua merasa malu. Banggalah dengan pengalaman kalian, kenangan kalian masing-masing. Semua orang berjalan pada garis waktunya. Kalian bukannya melakukan hal sia-sia, namun memang jatah kalian adalah belajar di sana, di waktu itu ketika teman kalian yang lain kuliah. Ada masanya besok teman kalian harus pula terjun di masyarakat untuk mendapat ilmu itu, ilmu yang sudah pernah kalian dapatkan jauh sebelumnya.
Selain itu, aku belajar banyak dari teman-temanku para santri. Saat aku selalu mengeluhkan bahwa aku sudah terlalu tua sebagai mahasiswa baru, aku menyadari di kalangan santri semua sama. Dari awal santri bahkan ketika sudah menjadi kiai pun juga tetap adalah santri. Ilmu dicari bukan untuk kebanggaan dan berebut kecepatan, namun sebuah kewajiban dari kita lahir hingga ajal menjemput. Selama belum meninggal, belajar dan menuntut ilmu harus terus dilaksanakan. Hikmah yang bisa diambil adalah anda tidak akan banyak mengeluh karena tau bagaimana rasanya tidak kuliah, anda banyak bersyukur karena tau nikmatnya menuntut ilmu di perguruan tinggi, dan tentunya bisa menceritakan pengalaman yang begitu berharga kepada anak dan istri atau suami kita kelak. Bahwa mencapai kesuksesan tidak mulus, banyak rintangan, halangan, namun teruslah untuk berguna serta bermanfaat untuk sesama. Jadilah pahlawan bukan dengan berkorban namun hanya dengan berjuang. Dokter boleh profesi, namun selamanya tetap santri.

So, masih malu untuk berjuang meraih cita? Masih lesu dan tak bersemangat? 
Semangat para pejuang, para penentu masa depan, jangan gentar meraih cita hanya dengan alasan umur dan malu karena yang lebih penting dari itu semua adalah ilmu.

salam cinta dan kasih dari penulis :))

Yogi Tri Sumarno

22 November 2019

1 komentar: